Pemkot Bontang Targetkan Nol Pernikahan Dini pada 2026

Wali Kota Bontang Neni Moernaeni saat menyampaikan pemaparan dalam rapat koordinasi dengan tim terkait pencegahan pernikahan anak usia dini dan masalah remaja (Klik Kaltim).

TIMUR. Pemkot Bontang menegaskan komitmennya untuk menekan angka pernikahan anak usia dini hingga mencapai nol kasus pada tahun 2026. Upaya ini menjadi bagian dari strategi pemerintah daerah dalam melindungi hak anak, sekaligus mencegah berbagai dampak sosial dan kesehatan yang ditimbulkan akibat pernikahan di usia belum matang.

Wali Kota Bontang, Neni Moernaeni, menegaskan bahwa praktik pernikahan anak usia dini lebih banyak membawa mudarat dibandingkan manfaat. Salah satu dampak serius yang menjadi perhatian adalah meningkatnya risiko stunting pada anak, selain persoalan sosial dan psikologis yang kerap menyertai pernikahan di usia terlalu muda.

Read More

Menurut Neni, pernikahan anak usia dini juga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan secara tegas menetapkan batas usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menjamin hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, serta terlindungi dari praktik perkawinan anak.

Berdasarkan data Pemkot Bontang, pada tahun 2024 tercatat sebanyak 19 kasus pernikahan anak usia dini, terdiri dari tujuh laki-laki dan 12 perempuan. Meski secara jumlah tergolong lebih kecil dibandingkan daerah lain, Neni menilai angka tersebut tetap harus menjadi perhatian serius.

“Angkanya memang tidak sebesar daerah lain, tetapi ini tetap cukup tinggi dan tidak boleh dibiarkan,” ujar Neni.

Ia mengungkapkan, sebagian besar kasus pernikahan anak usia dini terjadi di kawasan pesisir. Beberapa wilayah yang mencatat angka cukup tinggi di antaranya Kelurahan Tanjung Laut, Loktuan, Berbas Pantai, dan Bontang Lestari. Selain itu, kasus serupa juga ditemukan di kawasan atas laut seperti Tihi-Tihi, Selangan, Gusung, dan Malahing.

Neni menambahkan, tingginya angka stunting di sejumlah wilayah juga tidak terlepas dari praktik pernikahan anak usia dini. Menurutnya, pernikahan pada usia yang belum dewasa berdampak pada kesiapan fisik dan mental orang tua, yang berujung pada kualitas tumbuh kembang anak.

“Jika bicara stunting, salah satu penyumbang terbesarnya adalah pernikahan anak usia dini,” tegasnya.

Untuk mencapai target nol pernikahan dini pada 2026, Pemkot Bontang menyiapkan sejumlah langkah pencegahan. Salah satunya melalui pembentukan tim terpadu yang melibatkan berbagai sektor, termasuk tokoh masyarakat dan pemuka agama, guna memberikan edukasi tentang pendewasaan usia perkawinan.

Selain itu, pemerintah juga menegaskan tidak akan memberikan izin pernikahan bagi anak yang belum memenuhi batas usia sesuai ketentuan hukum. Peran orang tua dinilai sangat krusial dalam upaya ini, terutama dalam memberikan pemahaman dan tidak membiarkan anak menikah sebelum benar-benar dewasa.

“Semua sektor harus terlibat. Orang tua juga harus memiliki kesadaran penuh agar tidak mengizinkan anak menikah ketika usianya belum matang,” pungkas Neni.

Dengan kolaborasi lintas sektor dan peningkatan edukasi kepada masyarakat, Pemkot Bontang berharap target nol pernikahan anak usia dini pada 2026 dapat tercapai, sekaligus mendukung upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan generasi mendatang.(*)

Follow dan Simak Berita Menarik Timur Media Lainnya di Google News >>

Related posts