TIMUR. Data kemiskinan di Bontang ternyata carut-marut. Hal tersebut terungkap di dalam rapat penanganan stunting dan kemiskinan yang dipimpin Wakil Walikota Agus Haris, Rabu (9/4/2025) sore.
Wawali yang memimpin rapat ini terlihat ‘ngegas’ sejak awal. Hal tersebut dipicu banyaknya perwakilan OPD yang telat. Setelah puas menyemprot pegawai yang tak disipilin, Dia lalu meminta seluruh OPD hingga kelurahan memaparkan data angka kemiskinan dan stunting.
Hasilnya lagi-lagi mengecewakan, sejumlah data dari kelurahan tidak sinkron dengan OPD. Diperparah lagi ada perwakilan kelurahan yang beberapa kali melakukan revisi karena tak memberikan data akurat.
“Makanya saya panggil, kemudian minta satu per satu sampaikan datanya. Ternyata hasilnya begini. Harus saya sampaikan kita belum cukup serius menangani persoalan kemiskinan,” tegas pria yang kerap disapa AH ini.
Dalam rapat tersebut, Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (Dinsos-PM) membeberkan angka kemiskinan di Bontang mencapai 43.273 jiwa atau 18.389. Angka itu mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diterbitkan Kementerian Sosial (Kemensos). Akan tetapi data yang diterima dari pusat itu tidak berdasarkan by name by adress. Celakanya hingga kini Pemkot belum mempunyai data final atau pasti angka kemiskinan.
“Kacau ternyata datanya. Kementerian tidak sajikan data by name by adress. Kemudian OPD hanya menunggu. Yah pasti rusak datanya sampai sekarang. Sudah 25 tahun Bontang merdeka tapi kemiskinan tidak beres, ya karena hanya berkutat di data yang kacau,” tegasnya.
Deadline 2 Bulan Finalisasi Data
Wawali Agus Haris memberi tenggat waktu kepada seluruh dinas agar menyelesaikan persoalan data ini paling lambat 2 bulan.
Mekanisme pendataan, lanjut AH-sapaan akrabnya- dimulai dari tingkat RT. Para ketua RT akan mendata kembali warganya yang termasuk dalam kelompok miskin ekstrim, miskin dan stunting.
“Ketua RT kan sudah kita naikkan insentifnya, nah di sini lah peran mereka untuk memvalidasi data lebih akurat,” ungkapnya.
Kembali AH menjelaskan, data hasil pengumpulan nanti akan diserahkan secara berjenjang hingga ke mejanya. Kemudian, data tersebut yang bakal mendapat intervensi program dari pemerintah. Data ini juga nanti akan dibawa ke Kementerian untuk digunakan sebagai acuan. Bahkan dia menyebut siap beradu argumen dengan pemerintah pusat terkait data kemiskinan.
“Kami tidak akan pakai data dari kementerian itu. Kita di daerah yang tau kondisi real di lapangan, dengan begitu data pusat (DTKS-red) bisa linear dengan data di kita,” ungkapnya.
Agus Haris mengatakan, data yang final akan dirembukkan untuk mengatasi masalah sosial seperti kemiskinan dan stunting.
Untuk kemiskinan ekstrim, lanjut AH, dirinya telah menerima mandat dari Wali Kota untuk selesai dalam 100 hari pertama kerja. “Insya Allah kalau kemiskinan ekstrim bisa selesai 100 hari kerja ini,” ungkapnya.
Sedangkan, untuk masalah kemiskinan dan stunting pelan-pelan akan diatasi dengan formula yang telah disusun oleh kepala daerah.
Di samping menggunakan APBD, penanganan masalah sosial ini juga akan menggandeng pihak perusahaan.
Bahan Evaluasi untuk Mutasi
Para pegawai yang tak becus dalam mengatasi masalah sosial ini akan masuk daftar evaluasi kepala daerah. Pun Wawali Agus Haris mengaku kewenangan tersebut menjadi otoritas dari wali kota, dirinya hanya memberi masukan dan pengawasan dari setiap program di lapangan.
“(mutasi-red) itu pasti kewenangannya wali kota, kalau saya beri masukan ke wali kota. Tapi tentu kita ingin punya tim yang satu visi dan misi, kalau tidak bisa kerja kenapa harus dipertahankan. Sebelum melangkah ke sana, kita akan melakukan evaluasi secara menyeluruh,” pungkasnya. (*)
Follow dan Simak Berita Menarik Timur Media Lainnya di Google News >>