TIMUR. Di bilik sederhana, RT 03, Kelurahan Gunung Elai, Kecamatan Bontang Utara Gaffar duduk bersila menemani tamu dan kerabat yang datang ke rumahnya.
Mereka masih takjub setelah pria 59 tahun ini selamat usai terombang ambing di laut lepas selama 36 jam.
Wajahnya masih merah terbakar setelah disiangi matahari 2 hari, pun dahinya terus berkeringat karena lama terendam air laut.
Perlahan-lahan Gaffar mengingat momen dirinya bertahan hidup dari marabahaya. Tak jauh dari RIG II-sumur minyak di laut lepas- mendadak angin meniup terpal perahu yang ditumpangi Gafar, Ardi dan Kukuh.
Sauh yang dilepas tak kuat menahan ganasnya angin malam itu, hingga membuat perahu mereka terbalik, Sabtu (21/12/2024) malam.
Di Tengah badai, Gaffar berusaha tenang sembari mencari peralatan yang mengapung dari sisa-sisa kapalnya. Jaket pelampung berhasil didapat, cepat-cepat dia kenakan sebelum kelelahan berenang.
“Langsung saya ambil pelampung yang mengapung, karena kapal belum tenggelam saya masih pegangan di badan perahu,” ungkapnya kepada Klik Kaltim (Timur Media Grup), Selasa (24/12/2024).
Laut dan dirinya bukan hal baru bagi Gaffar yang berprofesi sebagai nelayan. Gafar berusaha tenang walaupun separuh badannya sudah terendam air laut. Dia memanggil rekannya yang terpisah setelah kapal terbalik. Namun, badai kuat membuat mereka terpisah satu sama lain.
“Saya tidak pergi di awal kapal terbalik. Bahkan pak Kukuh itu saya panggil untuk mendekat dan tidak berjauhan. Tapi mereka justru pergi berenang jadi tersisa saya sendiri,” ucap Gafar.
Badai tak kunjung reda, Gafar terpisah dengan 2 orang rekannya. Dirinya berpasrah dibawa ombak entah kemana. Hingga akhirnya diselamatkan oleh Kapal Tugboat di perairan dekat Teluk Lombok, Kutai Timur.
Hanya bertahan dengan jaket pelampung di lautan, Gaffar bertahan dengan makanan seadanya. Kepiting kecil yang berenang di sekitarnya pun ikut disantap, sekadar mengisi lambungnya yang keroncong sejak beberapa jam belum makan.
Pun untuk air minum, dia bertahan dari air hujan yang turun. “Lambung saya mulai perih. Makanya makan kepiting kecil yang berenang di samping saya. Terus minum pakai air hujan,” sambungnya.
Gaffar tetap yakin kuasa Tuhan tanpa batas, ia meneguhkan hati dan bersandar ke Yang Kuasa agar tetap tenang di Tengah laut bergemuruh.
Tak terhitung sudah berapa jam terapung, tiba-tiba keajaiban itu datang. Dirinya disambangi seekor burung yang bertengger di atas tutup box ikan dari styrofoam 50 meter darinya.
Dengan sisa tenaga, Gaffar berenang untuk meraih box ikan. Sytrofoam itu ia peluk erat-erat, dengan ‘alat tambahan’ itu kondisi Gaffar sedikit lebih baik karena bisa mengapung lebih tinggi.
“Itu pertolongan yang luar biasa. Saya kan tidak ada bawa gabus untuk, hasil tangkapan ikan. Jadi saya ambil dan dipakai agar tetap mengapung,” sambungnya.
Terhuyung di laut karena ombak, Gaffar sekelabat melihat Kapal Tugboat melintas di kejauhan. Ia berusaha mendekat dengan tenaga yang tersisa. Jaket pelampungnya dibentang untuk jadi ‘layar’ agar tertiup angin sehingga memudahkan menerjang ombak mendekat ke kapal.
Takdir masih memihak ke Gaffar, kapal tugboat melihat kehadirannya. Perahu tujuan Banjarmasin ini mengangkut Gaffar tepat di perairan Teluk Lombok bermil-mil dari Lokasi kapalnya terbalik.
“Jauh sebenarnya posisi kapal itu. Tapi karena angin kencang saya bantu dengan mengangkat pelampung,” ucapnya.
Peristiwa terombang-ambing di tengah laut melahirkan trauma bagi Gaffar. Dihadapan keluarganya, Gaffar berjanji tidak akan lagi melaut padahal jadwalnya memancing hingga berbulan-bulan ke depan sudah ramai.
Insiden itu dijadikan pelajaran yang berharga. Karena Yang maha kuasa masih memberikan umur panjang dan Gaffar memilih beristirahat serta menghabiskan waktu dengan keluarga.
“Sudah saya tidak lagi mau ke laut. Trauma berat. Padahal jadwal penyewa kapal untuk mancing juga sudah penuh 2025 tapi saya putuskan tidak lagi ke laut,” terangnya.(*)
Follow dan Simak Berita Menarik Timur Media Lainnya di Google News >>