TIMUR – Mencermati postur APBD baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi membuat saya sedikit tergelitik; adanya pos pengeluaran dana untuk penyertaan modal (baca:investasi) di berbagai perusahaan daerah yang setiap tahun digelontorkan tidak diimbangi dengan rincian penerimaan asli daerah berupa pembagian dividen/keuntungan dari hasil usaha dari investasi tersebut.
Lalu jika setiap tahun kita mengeluarkan dana tanpa kejelasan berupa penerimaan keuntungan dari usaha-usaha tersebut, maka evaluasi dan tindakan seperti apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mengurusi masalah ini? Atau adakah pertimbangan-pertimbangan khusus yang diberikan sehingga walaupun setiap tahunnya merugi, perusahaan-perusahaan daerah tersebut tetap harus dipaksa eksis?
Bisnis, pada dasarnya adalah sesuatu yang kita lakukan dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil sebesar-besarnya. Kedengarannya memang sangat kapitalis, but this is it. Bagaimana melakukan investasi dengan modal sesedikit mungkin, resiko sekecil mungkin, tetapi dengan certainty dan keuntungan finansial yang sebesar-besarnya.
Saat ini malah kita sudah one step ahead, lebih ekstrem lagi, orang menyebutnya: pasive income. Bagaimana caranya membuat uang yang bekerja untuk kita, bukan lagi kita yang bekerja untuk uang.
Luar biasa, Jika sudah kita bisa sampai di titik pasive income. Tapi boro-boro sampai di titik itu, jika usaha yang kita lakukan sekarang ini pun tidak membuahkan untung, malah buntung.
Contoh sederhana adalah perusahaan daerah air minum daerah; beberapa kali melakukan kunjungan di kabupaten/kota lain, saya menemukan bahwa ada beberapa perusahaan daerah air minum yang bagus (sanggup menjadi salah satu penyumbang pendapatan asli daerah setiap tahunnya), ada yang nilainya sampai 50 milyar rupiah setiap tahunnya, hebat bukan?
Isu optimalisasi PAD saat ini kembali mencuat ke permukaan seiring dengan “gagal bayar” yang terjadi dibeberapa provinsi dan kabupaten/kota untuk periode trimester terakhir 2015 yang lalu dan dengan dikeluarkannya surat menteri keuangan untuk rencana konversi 50 persen dana bagi hasil (DBH) dan dana alokasi umum (DAU) dalam bentuk surat berharga negara (SBN).
Follow dan Simak Berita Menarik Timur Media Lainnya di Google News >>