Golput, Dulu dan Sekarang

Read More

Golput Dulu dan Sekarang

Ketika tahun 1971 Arief Budiman mendeklarasikan golput, hanya sedikit yang menyambut gerakan itu. Tapi bak bola salju yang makin membesar ketika bergulir, angka golput juga terus naik di setiap Pemilu. Tahun 2014, jumlah golput mencapai 30,4 persen, jumlah paling tinggi dari 11 kali pelaksanaan Pemilu di negeri ini. Jika masa Orde Baru golput adalah sikap perlawanan, maka di konteks kekinian, sikap golput menjadi pertanyaan masihkah relevan dan seberapa signifikan.

Bagi Asfinawati Golput dalam konteks sekarang adalah suatu langkah rasional. Sebagai pegiat HAM, ia melihat tidak ada jalan keluar bagi para korban pelanggaran HAM dari kedua calon. Dan bagi Asfin, itu adalah tragedi. Ia menunjuk Prabowo yang kerap bicara isu kerakyatan dan di visi misinya menyebut soal kriminalisasi, tapi Prabowo di masa lalu adalah bagian dari pelaku kriminalisasi. Asfin juga merujuk ratusan hektar tanah yang dimiliki Prabowo dan proyek-proyek yang dimiliki, maka menurut Asfin, Prabowo adalah orang yang paling potensial melakukan pelanggaran HAM jika dia berkuasa.

“Nah, di sisi yang lain ada Jokowi. Jokowi misalnya jualan isu keberagaman, toleransi, dan lain lain. Tetapi ada kasus lama yang seharusnya dapat dia selesaikan tapi tidak dia selesaikan, seperti kasus GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, atau yang terakhir itu tentang putusan Mahkamah Konstitusi untuk Penghayat. Itu kan tidak ada penyelesaiannya,” tutur Asfin. Bagi Asfin, sikap Jokowi yang tetap diam bisa dibilang tragis, karena Jokowi tak perlu melakukan tindakan yang heroik, ia cukup menjalankan putusan pengadilan. Tapi itu tak dilakukan.

“Lalu bagaimana masyarakat bisa percaya dengan semua omongan Jokowi itu kalau yang diperlihatkan seperti ini?” ujarnya bernada menggugat.

Aksi Kamisan Desak Penuntasan Kasus HAM di Depan Istana

Asfin menyayangkan respon yang disampaikan orang ketika mereka yang golput memunculkan sikap politiknya. Menurutnya, di masa pemerintahan Orde Baru meski golput ditentang, tapi tak ada narasi yang menyatakan, “jika Anda golput, nanti penjahat yang akan naik.” Bagi Asfin, pernyataan tersebut adalah politik menakut-nakuti, dan politik yang sebenarnya ingin mengatakan, saya lebih baik dari yang lain.

Tapi keyakinan Asfinawati dibantah oleh Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya. Yunarto tak yakin tingginya angka golput sekarang ini semata-mata karena sikap politik. Ia mengategorisasikan golput dalam tiga bagian, golput ideologis, golput teknis, dan golput administratif. Menurutnya di masa Orde Baru, golput adalah perlawanan terhadap sistem yang otoriter dan itu adalah golput ideologis.

“Tapi sekarang ada golput teknis, yaitu terkait dengan, misalnya jauhnya jarak dari rumah ke TPS, orang-orang yang bekerja dan sulitnya mengurus A-5 di daerah yang berbeda, nama-nama yang meninggal tapi masih masuk ke DPT, pengurusan single identity number lewat e ktp yang sampai sekarang belum selesai. Itu menurut saya juga problem, golput teknis dan administratif. jadi tidak sepenuhnya karena kesadaran untuk tidak memilih,” ujarnya.

Menurut Yunarto, untuk golput ideologis, pemerintah tak memiliki kewajiban untuk menarik mereka kembali. “Hanya rezim otoriter yang menghalangi pilihan politik seseorang,” ujar Yunarto.

Tapi untuk golput yang terjadi karena masalah teknis dan administratif, maka pemerintah wajib menyelesaikan hal tersebut. Ia mengambil contoh soal e-KTP yang mengarah ke single identity number. “Seharusnya, kalau e-KTP sudah mencerminkan representasi pemilih sebagai warga negara, harusnya nanti cukup membawa e-KTP. Dan itu bisa dilakukan, dimanapun kan harusnya bisa memilih. itu akan sangat memperkecil angka golput,” ujarnya.

Yunarto mengatakan, jika untuk Golput teknis dan administratif perlu dilakukan berbagai perbaikan, makan untuk menekan angka golput ideologis adalah dengan menaikkan tingkat kepercayaan dan kepuasan publik. Dan naik turunnya kepercayaan publik bisa terbaca dalam survei-survei mengenai kepuasan publik terhadap partai. Yunarto yakin, jika kepuasan dan kepercayaan publik meningkat, maka angka golput akan turun.

Follow dan Simak Berita Menarik Timur Media Lainnya di Google News >>

3 of 4

Related posts