Spanduk Kampanye Anti Golput
Peneliti CSIS Arya Fernandes juga meyakini angka golput ideologis tak signifikan. Ia mengakui, memutuskan untuk golput adalah hak dan pasti terjadi. Tapi, banyak faktor yang membuat seseorang tak menggunakan haknya untuk memilih. Seperti Yunarto, Arya juga menunjuk problem administratif sebagai penyumbang tingginya angka golput. Arya juga menyebut hal tersebut bukan golput, tapi penurunan partisipasi.
“Dalam demokrasi golput sulit dihilangkan. Tapi mereka yang saat ini golput karena merasa tidak menemukan hal positif dari dua pasang kandidat menurut saya angkanya kecil. Dari berbagai hasil survei, angkanya tak pernah lebih dari tiga persen,” ujar Arya.
Banyak faktor yang membuat seseorang tak menggunakan hak pilihnya. Misalnya, tak mendapat undangan untuk memilih, tidak terdaftar sebagai pemilih atau berada di luar kota, tidak mendapat izin kerja, dan lain sebagainya. Arya mengatakan jumlah golput karena motivasi politik tetap tak signifikan, dan karenanya tak perlu dikhawatirkan. Arya mengakui, ada juga mereka yang memilih golput karena kecewa, tapi trennya hanya sementara saja. Bahkan di media sosial, teriakan golput juga tak terlalu kencang.
Arya mengaku malah mengkhawatirkan penurunan partisipasi. Ia mengimbau Komisi Pemilihan Umum untuk melakukan langkah-langkah serius untuk menaikkan jumlah partisipan. Misalnya memastikan Daftar Pemilih Tetap, memastikan undangan untuk memilih diterima oleh pemilih, menyosiailisasikan bagaimana masyarakat bisa memilih di luar wilayah. Termasuk memberikan informasi yang jelas apa yang dibutuhkan untuk memilih berpindah tempat, dengan surat apa, bagaimana jika ada yang memilih setelah jam 12.
Sosialisasi Pemilu
Ia meminta KPU memberikan akses masyarakat untuk mengecek apakah mereka sudah terdaftar dan mempunyai hak pilih sehingga mereka dipastikan tidak kehilangan hak pilih. “Di Pemilu 2019, dugaan saya tingkat partisipasi masih di angka 70-75 persen. Karena kalau kita lihat partisipasi di Pilkada mengalami peningkatan dibanding Pilkada sebelumnya,” ujarnya.
Berdasarkan analisa itu Arya yakin, gelombang golput tak akan membesar apalagi menjadi kekuatan politik yang perlu diperhitungkan.
Hiruk pikuk menjelang Pemilu masih akan memanjang hingga 17 April mendatang. Saling serang dan saling hujat masih akan terus terjadi. Mereka yang antusias hingga yang muak tetap memiliki tempatnya masing-masing. Meski Golput belum tentu menjadi solusi, tapi mereka tak boleh dihalangi. Memilih memang hak, dan bukan kewajiban. Itu sebabnya tak menjadi desakan untuk ditunaikan. (*)
Follow dan Simak Berita Menarik Timur Media Lainnya di Google News >>