TIMUR. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI menilai naiknya iuran BPJS Kesehatan memicu hal kontra produktif bagi layanan jaminan kesehatan itu sendiri.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan setidaknya ada dua hal yang bisa memicu hal kontra produktif yakni terjadinya gerakan turun kelas dari para anggota BPJS Kesehatan, dan terjadinya tunggakan iuran lebih masif khususnya dari golongan mandiri, yang saat ini tunggakannya mencapai 46 persenan.
“Jika kedua fenomena itu menguat, maka bisa menggegoroti finansial BPJS Kesehatan secara keseluruhan,” kata Tulus dalam siaran pers, melansir Tempo.co pada Jumat, 1 November 2019.
Tulus berpendapat seharusnya pemerintah dan managemen BPJS Kesehatan bisa melakukan langkah-langkah strategis sebelum menaikkan iuran. Ia mengatakan ada tiga langkah yang bisa dilakukan.
Pertama, melakukan pembersihan data golongan PBI. Sebab, selama ini, banyak peserta Penerima Bantuan Iuran yang salah sasaran.
“Banyak orang mampu yang menjadi anggota PBI. Di lapangan, banyak anggota PBI yang diikutkan karena dekat dengan pengurus RT/RW setempat,” kata Tulus.
Jika ‘bersih-bersih’ data ini dilakukan secara efektif, maka peserta golongan mandiri kelas III langsung bisa dimasukkan menjadi peserta PBI.
Langkah strategis kedua adalah mendorong semua perusahaan menjadi anggota BPJS Kesehatan atau melakukan audit perusahaan yang memanipulasi jumlah karyawannya dalam kepesertaan BPJS Kesehatan.
Langkah ketiga, kata Tulus, mengalokasikan kenaikan cukai rokok secara langsung untuk BPJS Kesehatan. Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menaikkan cukai rokok sebesar 25 persen.
“Jika ketiga point itu dilakukan maka secara ekstrim kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak perlu dilakukan. Atau setidaknya tidak perlu naik sampai 100 persen,” tutup Tulus.(*)
Follow dan Simak Berita Menarik Timur Media Lainnya di Google News >>