Pasca lulus dari bangku SMA, Basri ikut bersama pamannya di Makassar. Dia sempat bekerja di perusahaan jasa konstruksi bernama Putra Aras Lamade. Di perusahaan itu, Basri mulai menimba ilmu konstruksi. Ilmu dari perusahaan itu pula yang kemudian banyak membantu Basri ketika kemudian memutuskan menjadi kontraktor di Bontang.
Nah, perjalanan cinta Basri muda sebenarnya dimulai di fase ini. Suatu ketika, Basri pulang ke kampungnya di Macoppe dari Makassar. Di sebuah lapangan voli di kampungnya, tempat dia biasa berkumpul dengan temannya, Basri tak sanggup memindahkan tatapannya dari seorang gadis bertubuh putih berbalut baju yang juga berwarna putih.
Hapidah, sang gadis yang kini menjadi istrinya, ketika itu masih Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kabupaten Luwu. Dia ditugaskan mengabdi di kampung halaman sang suami.
“Awalnya saya tidak tertarik. Badannya kurus, gondrong lagi,” kata Hapidah, lantas tertawa melirik ke Basri yang duduk di sebelahnya.
Perempuan kelahiran Luwu, 43 tahun lalu itu mengungkapkan hubungan asmara mereka tak semulus jalan tol. Sempat terpisah selama 20 tahun Basri memutuskan untuk meminang Hapidah pada 2007 silam.
Kini, mereka dikaruniai 2 anak putra dan putri. Basri hijrah ke Bontang pada 1996. Keputusan pindah ke Bontang bukan perkara mudah. Ketika itu, Basri mendengar ada pembangunan pabrik Kaltim Methanol Industri di Bontang.
Setibanya di Bontang, Basri sempat bekerja sebagai helper yang tugasnya menggali pipa. Pengalaman di dunia konstruksi di Makassar berguna, kinerjanya sebagai helper dianggap bagus.
Follow dan Simak Berita Menarik Timur Media Lainnya di Google News >>