Skema membangun dari sentral kegiatan pemerintahan selama puluhan tahun itu membuka mata masyarakat ratusan kilometer jauhnya di utara. Tak hanya air bersih, ketersedian listrik, akses jalan serta bahan bakar minyak juga persoalaan yang sering bersanding dalam keluhan.
Di sana, ketiadaan SPBU maupun pom bensin berimbas pada kelangkaan minyak. Kalau pun ada, harganya yang mahal kerap bikin garuk kepala karena merongrong perekonomian masyarakat. Bukan satu-dua tahun, kelangkaan bensin dan solar di daerah pelosok sudah berlangsung bertahun-tahun.
Sebenarnya sudah ada beberapa SPBU yang dalam pembangunan oleh perusahaan swasta dua tahun belakangan, namun terkesan ogah-ogahan untuk selesai dan beroperasi. Jadilah Agen Premiun dan Minyak Solar atau APMS pemain tunggal yang menguasai dan mengatur pasar.
Parahnya, komitmen pemilik APMS yang awalnyamelayani kebutuhan minyak BBM masyarakat lebih memilih tengkulak. Masyarakat jadi tumbal izin operasi distribusi demi keuntungan lebih besar dan lebih cepat diraih.
Ketika BBM langka di tengah masyarakat akibat habis lebih cepat karena diborong tengkulak, menyebabkan kenaikan harga minyak eceran. Anggota DPRD Kutim Dapil IV yang berasal dari wilayah Kutara, Anton Darmawan, menegaskan tindakan pengusaha culas di sana.
Seperti di Muara Wahau, sebutnya, ketersediaan stok BBM yang ada di pom bensin terbatas, sementara jatah pengiriman sekali sepekan. Para tengkulak cepat menyedot habis persediaan dengan drum-drum besar.
“Masyarakat yang tak kebagian harus membeli bahan bakar minyak seharga Rp 9-10 ribu perbotol bukan perliter, keadaan itu berlangsung sampai sekarang,” bebernya.
Follow dan Simak Berita Menarik Timur Media Lainnya di Google News >>